"Martin Seligman" Teori dan Biografinya
Seberapa lamakah kita terus berada
dalam garis ketidaknormalan? jawabannya adalah selalu. Kita terus dihinggapi
ketidaknormalan. Ketidaknormalan untuk tidak menyadari bahwa ada kebahagiaan
yang lebih luas di dalam kesedihan, ketidaknormalan untuk tidak menyadari bahwa
ada ketenangan dalam keletihan kita menjalani kehidupan, ketidaknormalan untuk
menentukan pikiran bahwa kita mampu menaklukan masalah dari pada terus
merenungi masalah.
Ketidaknormalan termasuk dalam
negative pola pikir. Mengapa orang yang mempunyai pola pikir negative dibilang
tidak normal ? hal itu selalu dikarenakan kehidupan mempunyai pilihan untuk
menjadi normal maupun tidak normal. Selain itu jawaban yang paling tepat adalah
apabila kita terus berpikir negative maka berbagai penyakit psikologi dapat
hadir dan mencengkram kebahagiaan kehidupan yang harusnya manusia dapatkan.
Sudah lama psikologi selalu
dikaitkan dengan ilmu ketidaknormalan atau patogenis. Sudah lama pula ilmu
psikologi selalu dikaitkan dengan penyakit kejiwaan. Apakah demikian ? kalau
ilmu psikologi ditetapkan pada ranah penyakit psikologi saja bagaimana pula
tanggapan Ilmu Psikologi tentang manusia
yang berada dalam kurva normal ? Untung sudah pada tahun 2000 ada seorang
revolusioner dunia Psikologi yang mengubah paradigma total dunia psikologi
yaitu Martin Seligman.
Martin Seligman seorang tokoh yang
mampu mengubah cara pandang dan cara berpikir para psikolog dunia. Ia membuat
semua psikolog harus berpikir ulang tentang pola pemikir sang psikolog sendiri
bukan pasiennya. Ia membuat buku psikologi lebih laris dibaca dan dapat membuat
psikologi mempunyai ruang tersendiri di perbagai forum terbuka. Apa yang ia
bawa ? ia hanya menembus dunia dengan mengubah Negative Psychology menjadi Positive
Psychology. Martin Seligman terkenal dengan nama “Father Of Positive Psychology” dikarenakan pemikirannya tersebut.
Berikut Biografi singkat serta teori Martin Seligman yang
dapat dihimpun :
Martin Seligman lahir
pada tanggal 12 Agustus 1942 di Albany New York Amerika Serikat. Setelah lulus
SMA ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Princeton dan lulus pada tahun
1964. Martin Seligman menikah dengan Mandy McCarthy dan terus bersama hingga kini.
Pasangan itu dikaruniai enam orang anak yaitu Amanda, David, Lara, Nicole, Darryl,
dan Carly. Seligman mendapatkan Master Ph.D. pada tahun
1967 di Universitas Pennsylvania. Awal karirnya bermula saat ia menjabat asisten
professor di Universitas Ithaca, New York. Seligman memulai penelitian dibidang
teori tentang pembelajaran ketidakberdayaan, pembelajaran perilaku pesimis,
dimana ia memimpin penemuan untuk bidang pengobatan dan pencegahan dari
depresi. Dalam penelitiannya di bidang pesimisme dan depresi ia menemukan dan
memasukan ide baru yaitu optimisme.
Inilah awal mulanya ia
menaruh dan menentukan ranah baru dari Psikologi. Pada tahun 1980 Seligman
telah memperoleh jabatan sebagai pemimpin dari program pelatihan klinis di
departemen psikologi universitas Pennsylvania sampai 14 tahun. pada rentang
waktu yang sama ia berhasil memperoleh penghargaan dari akademi pelatihan USA sebagai Praktisi Pembharuan dan pada
tahun itu juga ia berhasil menggondol pengharagaan dari A.P universitas
Pennyslavania sebagai tokoh pembahuruan yang memberikan kontribusi untuk
pengetahuan dan pelatihan. Selain itu ia juga berhasil menerima penghargaan
lain selama karirnya. Pada penelitiannya ia menggabungkan beberapa aspek dalam
psikologi yaitu depresi, ketidakberdayaan, perilaku sosial dan depresi pada
anak-anak. Berbagai institusi memberikan dukungan untuk seligman dalam
penelitiannya dan menulis baik nasional maupun internasional. Selain itu ia
berhasil menggondol penghargaan MERIT untuk penelitiannya dalam bidang depresi
di tahun 1991.
Pada tahun 1995 ia
berkampenye dalam pemilihan presiden A.P.A. setelah itu ia memenangi Pemilihan
tersebut pada tahun 1996 dengan perolehan suara terbesar sepanjang sejarah
pemilihan tersebut. Tujuan utamnya sebagai presiden A.P.A adalah untuk
penggabungan pelatihan dengan iilmu pengetahuan secara bersama-sama sehingga
kedua cabang tersebut dapat berkembang. Martin Seligman juga menetapkan
Happiness atau kebahagiaan sebagai tujuan yang paling utamanya. Martin Seligman
merasa bahwa psikologi membutuhkan jalan alternative untuk pengobatan bukan
hanya perilaku negative dan penyakit jiwa.
Presiden Seligman
telah mempublikasikan 20 buku dan 200 artikelnya berkaitan dalam psikologi
personality serta motivasi. Beberapa bukunya yang terkenal yaitu learned optimism, what your change and what your cant, the optimistic child dan authenthic
happiness. Bukunya sendiri telah menjadi bestseller untuk daerah USA dan
sekitarnya. Selain itu buku-buku ciptaannya telah terjemahkan ke dalam 16
bahasa serta ia menerima berbagai macam penghargaan untuk karya tulisanya
tersebut. Dalam berbagai rentang waktu Martin Seligman telah menjadi tajuk
Utama pemberitaan New York Times, Time,
Fortune dll. Majalah-majalah popular tersebut mengambil focus utama tentang
teori Seligman yang secara langsung terelasi dengan semua orang setiap harinya.
Dimana teori Martin Seligman membuat dunia dan orang menjadi lebih bahagia,
optimis serta nyaman dalam berbagai keadaan.
Depresi menurut Martin
Seligman learned hardness yaitu
ketika seseorang mengalami pengalaman negative. Hal tersebut seperti ketika
dihadapkan dengan stress dan rasa kesakitan yang panjang, mereka akan lebih
mungkin mengalami depresi. Depresi akan terjadi setelah suatu peristiwa
negative dimana individu menjelaskan peristiwa tersebut dengan atribusi yang
menyalahkan diri sendiri. Mereka menyalahkan diri sendiri karena menjadi
penyebab peristiwa tersebut. Dengan model penjelasan seperti ini akan
menghasilkan ekspetasi bahwa tidak ada perilaku yang dapat dilakukan untuk
mengontrol hasil dari peristiwa yang sama dimasa yang akan datang, yang
menyebabkan ketidakberdayaan, tidak ada harapan, sikap pasif dan depresif.
Psikologi Positif a la Seligman berangkat dari
premis bahwa manusia itu “pada dasarnya happy” dan ilmu psikologi hadir sekedar
untuk menguatkan perasaan positif itu). Pertanyaan sekarang adalah ini :
bagaimana kita bisa mengetahui apakah kita orang optimis atau pesimis? Dalam
buku ini, Seligman menguraikan jawabannya. Menurut dia, elemen optimisme bisa
ditebak dari cara kita menjelaskan kejadian (baik kejadian buruk atau baik)
yang menimpa diri kita. Disini kita dikenalkan dengan dua tipe penjelasan.
Tipe penjelasan yang
pertama adalah : Permanence. Orang yang pesimis selalu menjelaskan
peristiwa buruk yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang cenderung permanen
(misal : bos saya selalu menyalahkan
saya; atau saya tidak pernah berhasil menjadi entrepreneur; atau
saya tidak akan pernah bisa lulus tes asesmen; dst. ). Kalimat “selalu”
atau “tidak pernah” adalah sesuatu yang permanen; dan orang pesimis cenderung
suka menggunakan kalimat itu (baik secara terbuka atau dalam hati).
Sebaliknya orang
optimis akan memandang kejadian buruk (bad events) yang menimpa mereka sebagai
sesuatu yang bersifat temporer (misal : hari
ini bos saya lagi bad mood; atau bos saya marah kalau saya terlambat
menyelesaikan laporan; atau saya tidak berhasil dalam bisnis karena salah
memilih lokasi toko; dst). Contoh kalimat yang bersifat temporer
semacam ini membuat orang bisa melihat kejadian buruk sebagai sesuatu yang
bersifat sementara — bukan permanen — dan bisa dihindari di masa mendatang.
Tipe penjelasan yang
kedua adalah : Pervasiveness. Orang yang pesimis cenderung memberikan
penjelasan yang menggeneralisir (pervasive) atas bad events yang ada di sekeliling mereka (misal : semua bos disini bermain office politics;
atau semua peraturan di perusahaan ini tidak fair; semua buku motivasi itu
isinya hanya sampah; dan beragam kalimat sejenisnya). Pervasive artinya
kita menggeneralisasi akan sesuatu peristiwa atau kejadian.
Sebaliknya, insan yang
optimis akan memberikan penjelasan yang bernada spesifik (bukan pervasive dan
generalisasi), misalnya seperti : Bos
di bagian keuangan itu melakukan office politics; ada peraturan di bidang uang
lembur yang tidak fair; atau buku motivasi yang sedang saya baca sekarang ini
isinya tidak bagus. Penjelasan yang bersifat spesifik — dan bukan
generalisasi — membuat kita bisa melihat bahwa sesungguhnya tidak semua dimensi
dalam suatu kejadian/peristiwa itu merugikan. Pasti masih ada celah positif di
balik beragam dimensi lainnya.
Menurut Prof. Seligman, ada tiga cara untuk bahagia:
1. Have a Pleasant Life (life of enjoyment):
Milikilah hidup yg menyenangkan, dapatkan
kenikmatan sebanyak mungkin. ini mungkin cara yg ditempuh oleh kaum hedonis.
tapi jika ini cara yg kita tempuh, hati2 dengan jebakan hedonic treadmill (= semakin kita mencari kenikmatan, semakin kita
sulit dipuaskan) dan jebakan habituation (kebosanan karena terlalu banyak, misalnya;
makan es krim pada jilatan pertama sangat nikmat, tapi pada jilatan keduapuluh,
kita jadi pengin muntah). tapi pada takaran yg pas, cara ini bisa sangat
membahagiakan.
2. Have a
Good Life (life of engagement):
Dalam bahasa aristoteles disebut eudaimonia,
terlibatlah dalam pekerjaan, hubungan atau kegiatan yg membuat kita mengalami
"flow". merasa terserap
dalam kegiatan itu, seakan2 waktu berhenti bergerak, kita bahkan tidak
merasakan apapun, karena sangat "khusyu'". fenomena ini diteliti
secara khusus oleh rekan Seligman, Mihaly Csikzentmihalyi. dan memberikan 7
ciri2 kita dalam kondisi flow:
a)
Sepenuhnya terlibat
pada apa yg kita lakukan (focused,
concentrated, khusyu')
b)
Merasakan "a senses of ecstasy" (seperti
berada di luar realitas sehari-hari)
c)
Memiliki
"kejernihan yg luar biasa" (benar2 memahami apa yg harus dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya)
d)
Menyadari bahwa
tantangan pekerjaan yg sedang ia hadapi benar2 dapat ia atasi (bahwa skill yg
kita miliki cukup memadai untuk mengerjakan tugas tersebut)
e)
Merasakan
"kedamaian hati" ( tidak ada kekhawatiran dan merasakan diri kita
sedang bertumbuh melampaui ego kita sendiri)
f)
Terserap oleh waktu
(karena khusyu' mengerjakan dan benar-benar terfokus pada "saat ini dan
disini", waktu seakan2 berlalu tanpa terasa)
g)
Motivasi Intrinsik
(dimana merasakan "flow" itu sendiri sudah merupakan hadiah yg cukup
berharga untuk melakukan pekerjaan itu)
3. Have A Meaningful
Life (life of Contribution) :
Milikilah semangat melayani, berkontribusi
dan bermanfaat untuk orang lain atau mahluk lain. menjadi bagian dari
organisasi atau kelompok , tradisi atau gerakan tertentu. merasa hidup kita
memiliki "makna" yang lebih tinggi dan lebih abadi dibanding diri
kita sendiri.
Daftar Pustaka :